Menulis artikel yang jelas

Terus terang, saya kesulitan mencari judul yang lebih enak dibaca untuk entri ini. Dalam bahasa Inggris, entri ini mendiskusikan dengan singkat ‘clear writing‘. Mengapa mendadak saya menulis entri ini. Dalam sepekan terakhir saya berjuang membuat tulisan dengan logika yang jelas dan argumen yang meyakinkan sepanjang tiga halaman. Sampai hari ini saya masih tidak puas dengan kualitas tulisan tersebut. Beberapa paragraf harus saya tulis ulang beberapa kali. Banyak kalimat yang saya bongkar dan formulasikan ulang. Banyak kata yang saya ganti. Mengapa? Karena menulis yang jelas bukanlah pekerjaan mudah. Padahal untuk menulis entri ini hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 30 menit. πŸ™‚

Zinsser (2006), pada tahun 1976, sudah mengingatkan dalam bukunya yang fenomenal, On Writing Well, yang saat ini sudah masuk dalam edisi ketujuh. Baginya, “Writing is hard work. A clear sentence is no accident. Very few sentences come out right the first time, or even the third time. Remember this in moments of despair. If you find that writing is hard, it’s because it is hard.” (Zinsser, 2006: 12). Bagi mereka yang pernah menulis untuk publikasi internasional dengan reputasi baik tidak sulit memahami penyataan ini.

Menulis artikel yang jelas tidak mungkin tanpa ide yang jelas. Kata Gunning (1952), “clear writing is based on clear thinking“. Ide yang jelas seringkali merupakan proses panjang. Bisa memakan waktu berpekan-pekan, atau bahkan bertahun-tahun. Ini adalah waktu ‘menggodog’ ide. Ketika ide sudah matang, saatnya menulis dimulai. Menulis sendiri merupakan bagian dari proses mematangkan ide lebih lanjut. Komentar Forster (1927) — dikutip oleh Ragins (2012) — tentang menuliskan ide sangat menarik, “how do I know what I think until I see what I say?“.

Selain itu, seberapapun rumit ide yang akan didiskusikan, penulisan harus dilakukan sesederhana mungkin. Karenanya, saya tidak kaget ketiga ketika dua pekan lalu saya mendapatkan komentar untuk salah satu artikel saya dari supervisor dengan dua kata: Simplify, simplify! Sederhanakan, sederhanakan! Ketika saya tanya, bagian mana? Dia menjawab, “Banyak bagian yang bisa dibuat lebih sederhana. Kamu terlalu banyak memasukkan ide ke dalam sebuah artikel. Dua kolom terakhir dalam tabel itu dapat dihapus.” Menulis topik yang cukup rumit dalam artikel yang sederhana, sekali lagi, bukan pekerjaan mudah.

Apa yang harus dilakukan untuk menulis artikel yang jelas? Salah satunya adalah dengan mengembangkan alur cerita (story line) yang sederhana. Pembimbing saya sering mengatakan, salah satu alur cerita yang mengindikasikan kejelasan ide adalah jika kita bisa mengemasnya dalam ‘elevator conversation‘, percapakan dalam elevator yang biasanya memakan waktu tidak lebih dari 1-2 menit. Jika kita tidak bisa menjelaskan dalam waktu tersebut, bisa jadi memang ide kita belum jelas.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah menyimpan artikel setelah selesai ditulis beberapa hari sebelum dibaca ulang. Ketika membaca ulang, saya yakin banyak hal yang kadang menjadi tidak jelas, bahkan bagi kita. Membaca artikel dengan keras bersama co-author, jika artikel ditulis bersama juga ide yang baik. Dalam membaca ulang, seringkali akan terlihat bagian artikel yang tidak jelas, termasuk terdeteksi kesalahan tulis (typos) yang tidak perlu.

Kejelasan dalam menulis sangat penting untuk memastikan bahwa ide kita bisa ditangkap oleh pembaca dengan mudah. Jangan biarkan waktu berharga pembaca hilang hanya untuk memikirkan sesuatu yang seharusnya tidak perlu dalam memahami artikel kita. Atau, resikonya artikel kita tidak akan pernah dibaca orang, dan menutup kemungkinan menjadikannya bermanfaat.

Referensi

Forster, E. M. (1927). Aspects of The Novel. Boston: Houghton Mifflin Harcourt.
Gunning, R. (1952). The Technique of Clear Writing. New York: McGraw-Hill.
Ragins, B. (2012). Editor’s comments: Reflections on the craft of clear writing. Academy of Management Review, 37(4), 493-501.
Zinsser, W. (2006). On Writing Well: The Classic Guide to Writing Nonfiction. New York: HarperCollins.

Kotamu, 5 Desember 2012

15 comments
  1. nurhayati said:

    Menarik sekali pak, artikel yang bapak tulis kali ini. Memang kata simplify itu kelihatan mudah diucapkan tapi sulit diterapkan..hehehe..Pak saya usul, bagaimana kalo ditampilkan contoh jurnal yang sudah memenuhi syarat clear writing itu..untuk referensi bagi pembaca yang masih awam…maturnuwun πŸ™‚

  2. Evi said:

    Walau cuma menulis di blog saya juga berusaha keras menjernihkan isi tulisan saya. Maksudnya biar mudah dicerna orang dan pesan saya sampai dengan baik. Tapi yah emang gitu lah, mungkin karena berangkatnya dari ide yg kurang jernih, hasil tulisan mengikuti..

  3. Zohan N said:

    Sangat menarik, walau saya jadi makin bingung 
    Pokoknya kalau menulis artikel harus sesederhana mungkin tp kalau menulis landasan teori harus selengkap mungkin. Apakah bisa saya anggap seperti itu pak?

    • Fathul Wahid said:

      Semua penemuan dalam sejarah ilmu pengetahuan dimulai dengan ‘kebingungan’ Mas. πŸ™‚ Artikel yang sederhana beda dengan mengangkat hal sepele lho. Serumit apapun materi yang akan disampaikan, harus dikemas secara sederhana: alur mudah diikuti dan dipahami. Untuk landasan teori, tuliskan yang digunakan dalam analisis/diskusi Mas. Mungkin ini yang njenengan maksudnya lengkap. Jangan tuliskan yang tidak akan pernah digunakan dalam analisis. Bagian teori sendiri harusnya menginspirasi, karena mengandung sintesis dan analisis kritis.

      • Zohan N said:

        Terima kasih Pak atas pencerahannya πŸ™‚

  4. Rosidin said:

    Kaitannya membuat abstraksi yang baik terlebih dahulu seperti apa ya Pa ?
    katanya judul bisa diambil dari abstraksi yang kita buat…

    • Fathul Wahid said:

      Mas Rosidin, Coba njenengan lihat entri tentang menulis abstrak dan memilih judul di blog ini. Mudah-mudahan di sana ada jawabannya. πŸ™‚

  5. Mas Fathul, kaitannya dgn hal praktikal yaitu bahasa Inggris. Perlukah kita mengirimkan draft artikel kepada professional English proofreader sebelum dikirimkan kepada Editor Jurnal?–agar artikel kita gaya plus logika bahasanya lebih ‘smooth’ dan ‘readable’. Terima kasih banyak πŸ™‚

    Salam,

    Mere.

    • Fathul Wahid said:

      Kalau waktunya cukup dan anggaran ada, akan sangat baik Mas. Jangankan kita, yang saya tahu penulis Amerika atau Inggris sekalipun melakukan hal serupa. Memang tidak semua, tetapi saya tahu beberapa. πŸ™‚ Sayang, kalau artikel kita bagus tetapi ditolak karena kualitas bahasa yang kurang sip. Hal ini menjadi penting lagi, kalau menulis ‘kroyokan’. Peran editor bahasa akan mencuci dan mensinkronkan gaya.

  6. agus kristianto said:

    Salam sejahtera,maaf pak, saya harapkan pencerahan tentang menulis artikel yang baik( jelas bagi orang awam), sebagai panduan, saya ini mengajar memakai dasar pengetahuan di perkerjaan industri,saya ingin menulis dari karya tangan (kerja praktik) menjadikan karya penulisan artikel yang sangat jelas dan “enak untuk dibaca”,sering kali mahasiswa saya mengeluh penulisan artikel ataupun buku panduan kerja praktik saya terlalu” jlimet “dari susunan kalimat.sekian terima kasih.

    • Fathul Wahid said:

      Salam sejahtera Pak Agus,

      Nampaknya masih nyambung respon saya di entri yang lain. Beberapa laporan bisa dibuat “enak dibaca”, beberapa mengharuskan “presentasi yang kaku dan kering”. Saya tidak tahu untuk laporan kerja praktik yang dimaksud, apakah masuk yang pertama atau yang kedua.

      Terkait yang njlimet, tantangannya adalah menyederhanakannya. Bisa tidak misalnya, disampaikan dalam bentuk narasi atau cerita, ditambahkan ilustrasi atau analogi, dan ditampilkan dalam gambar atau tabel, dan sejenisnya. Kalau ini bisa dilakukan, seringkali akan sangat membantu dalam mengurangi ‘kenjlimetan’.

  7. Pak Fathul, nyumbang saran saja pak, agar dalam blog ini penggunaan gambar maupun tabel diterapkan. terima kasih….:)

    • Fathul Wahid said:

      Terima kasih Mas Ardy atas sarannya. Mudah-mudahan dapat menemukan waktu untuk itu, dalam waktu dekat. πŸ™‚

  8. Muh. Alim Zulkifli said:

    assalamualaikum pak fathul..

    artikel yang bapak posting diatas sangatlah menarik. memang bukanlah perkara mudah untuk mengembangkan sebuah topik permasalahan menjadi artikel. meskipun itu merupakan ide / topik yang sederhana. karena pada akhirnya setelah dikembangkanmenjadi artikel, topik / ide tersebut menjadi sangat kompleks.

    yang menjadi pertanyaan saya pak, selain membuat kerangka berpikir dan membaca ulang artikel yg telah dibuat, apa ada cara lain yang bisa digunakan untuk membuat artikel tersebut “sesederhana” mungkin?

    terimakasih paK πŸ™‚

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Alim,

      Sederhana beda dengan sepele ya. Di sini sederhana dalam konteks penyampaian. Tidak ada rumus pasti sih. Tetapi untuk mengujinya bisa dengan bantuan kawan yang beda disiplin atau beda minat penelitian, untuk membacanya. Kalau tidak paham dengan baik, berarti sudah bagus. πŸ™‚

      Mudah-mudahan membantu.

Tinggalkan komentar