Memilih judul artikel

Memilih judul artikel seringkali terlihat sepele namun bisa menentukan, terutama dalam hal kemudahan ditemukan ketika seseorang mencari dengan mesin pencari. Kisah personal berikut akan memberi ilustrasi.

Pada tahun 2007, artikel yang saya presentasikan di sebuah konferensi di Manila, dipilih panitia untuk dimasukkan ke The Electronic Journal of Information Systems in Developing Countries (http://www.ejisdc.org). Saya sendiri menganggap kualitas tulisan saya tersebut biasa. Mungkin panitia memilihnya sebagai wakil dari Indonesia, karena pada konferensi tersebut saya bertemu dengan dua orang Indonesia, tetapi menggunakan lembaga asing dalam artikelnya. Judul yang saya gunakan dalam artikel konferensi tersebut adalah ‘Does Internet adoption between male and female users differ? Empirical evidence from Indonesia‘. Bagi saya, awalnya, judul ini terkesan sangat seksi, meskipun beberapa orang mungkin akan langsung mengkritiknya: judul kok dalam bentuk pertanyaan.

Setelah saya merevisi artikel, editor tamu jurnal tersebut, Prof. Erwin Alampay dari University of the Philippines, menyarankan kepada saya untuk mengganti judul, supaya lebih mudah ditemukan ketika orang mencari melalui mesin pencari. Alasan yang sangat praktis.

Setelah merenung dan mempertimbangkan saran editor, akhirnya saya putuskan untuk menggantinya menjadi ‘Using the Technology Adoption Model to analyze Internet adoption and use among men and women in Indonesia‘ (Wahid, 2007). Judul baru ini memasukkan model yang saya gunakan dalam penelitian, yaitu Technology Acceptance Model (TAM). Bagaimana dampaknya? Ternyata editor yang sudah pengalaman tersebut tidak salah. Setelah online selama empat tahun, artikel yang tidak sangat bagus tersebut diunduh sebanyak 10.666 kali. Mudah-mudahan mereka tidak hanya mengunduh, tetapi juga membacanya. 😉

Ilustrasi di atas, selain mempunyai muatan akademik, juga terkait dengan aspek ‘pemasaran’ artikel.

Apakah ada rumus atau panduan memilih judul yang tepat. Ada banyak saran yang tersebar di literatur. Misalnya, Day (1975, h. 33) membuat rumus: ‘the title should be the fewest possible words that adequately describe the content of the paper.’ Judul seharusnya dibuat sependek mungkin, tetapi harus tetap menggambarkan isi artikel. Pada tahun 1975 tersebut, dia sudah mengingatkan bahwa layanan yang menyimpan indeks atau abstract artikel sangat memperhatikan akurasi judul. Judul yang tidak tepat dapat membuat artikel yang berkualitas tidak sampai kepada audiens yang disasar.

Day (1975) menceritakan sebuah kisah ketika menanyakan kepada mahasiswanya apakah sudah membaca artikel tertentu yang judulnya cukup panjang. Si mahasiswa menjawab dengan jenaka, “Ya, saya sudah membaca artikelnya, tetapi saya belum menyelesaikan membaca judulnya.”

Walsham (2006, h. 327) memberikan panduan senada. Menurutnya, ‘the title should be sharp, and focused on your contribution.‘ Salah satu artikel pembimbing saya yang diterbitkan salah satu jurnal bergengsi dalam disiplin  sistem informasi, MIS Quarterly, berjudul sangat pendek, hanya tiga kata: ‘Action Design Research‘ (Sein et al., 2011). Judul ini tajam dan langsung menunjukkan kontribusi. Hanya dalam waktu beberapa bulan, artikel ini sudah banyak dikutip orang, berdasar statistik sitasi di Google Scholar. Tentu, keterkutipannya bukan karena judulnya, tetapi karena kualitas tulisannya.

Ada beragam informasi yang bisa dimasukkan ke dalam judul. Pertama, judul mengindikasikan konten artikel. Misalnya, artikel karya Walsham (2006) –  jangan mengaku orang sistem informasi kalau tidak tahu dia 😉 – yang banyak dikutip berjudul ‘Doing interpretive research‘. Artikel ini akan mudah ditemukan ketika seseorang mencari dengan kata kunci ‘interpretive research;, salah satu madzhab penelitian dalam bidang sistem informasi. Untuk memperjelas, seringkali judul juga diberi ‘anak judul’ setelah tanda titik dua. Misalnya, Orlikowski (1993) memilih judul ‘CASE tools as organizational change: Investigating incremental and radical change in systems development’, untuk artikel yang menjelaskan perubahan organisasi inkremental dan radikal yang membarengi penggunakan CASE tools dalam pengembangan sistem informasi. Contoh lain, judul artikel Walsham dan Sahay (2006) yang mengkaji literatur terkait dengan penelitian sistem informasi di negara berkembang. Artikel ini diberi judul ‘Research on information systems in developing countries: Current landscape and future prospects.’ Fokus tambahan yang diusung artikel adalah memberikan portrait terkini dan saran untuk penelitian lanjutan.

Kedua, judul juga bisa memuat teori atau framework yang digunakan untuk analisis. Sebagai contoh judul artikel Walsham (2002) yang berjudul ‘Cross-cultural software production and use: A structurational analysis‘. Artikel ini menggunakan Teori Strukturasi yang diperkenalkan oleh Gidden dalam menjelaskan masalah budaya dalam pengembangan software yang melibatkan pengembang dengan beragam latar belakang budaya.

Ketiga, judul artikel dapat juga memuat konteks atau tempat studi atau penelitian. Saya menyukai ini, dan hampir selalu memasukkan kata ‘Indonesia’ dalam judul ketika artikel berdasar penelitian lapangan di Indonesia. Misalnya, artikel Heeks (2002) yang melaporkan perkembangan eGovernment di Afrika berjudul ‘e-Government in Africa: Promise and practice.’ Atau, lihat juga misalnya, artikel Walsham dan Sahay (1999) yang berjudul ‘GIS for district-level administration in India: problems and opportunities.’ Namun demikian, nampaknya tidak perlu menyebutkan tempat penelitian dengan detil kecuali memang sangat diperlukan. Saya pernah membaca sebuah artikel dalam sebuah jurnal yang judulnya sangat panjang dan memasukkan konteks studi dengans sangat detil. Bagian judul itu berbunyi ‘… in Rural Area, Bantul Regency, Yogyakarta Special Region Province, Indonesia.‘ Saya lebih menyukai, misalnya diganti saja dengan ‘Rural Indonesia‘. Informasi detil bisa dimasukkan di bagian metode penelitian atau abstrak, misalnya. Tapi sekali lagi, ini hanya salah satu madzhab.

Keempat, bolehkah judul dalam bentuk kalimat tanya? Kalau saya yang ditanya, akan saya jawab, ‘mengapa tidak?’. Tentu saja, judul seperti ini cocok tidak untuk semua artikel. Berikut beberapa contohnya. Salah satu artikel Venkatesh dan Morris (2000) yang diterbitkan di MIS Quarterly berjudul cukup panjang dan menggunakan kalimat tanya, ‘Why don’t men ever stop to ask for directions? Gender, social influence, and their role in technology acceptance and usage behavior‘. Pola yang sama Anda temukan di tulisan Kristiansen dan kolega (2008) yang berjudul ‘Gaming or gaining? Internet café use in Indonesia and Tanzania.’ Simak variasi lain penggunakan kalimat tanya dalam judul dalam tulisan Morris dan Moon (2005). Judulnya adalah ‘Advancing e-Government at the grassroots: Tortoise or hare?‘. Studi yang dilakukan oleh Bali (2009) dengan menganalisis sekitar 20 juta artikel dalam bidang fisika, life science, dan kedokteran selama 40 tahun memberikan temuan menarik. Dalam rentang waktu tersebut, artikel yang menggunakan tanda-tanya dalam judulnya meningkat antara 50% sampai 200%. Salah satu alasan yang terdeteksi terkait dengan ‘pemasaran’ artikel.

Kelima, untuk beberapa disiplin judul sering juga memuat material yang digunakan dalam penelitian. Judul ‘Solubility of carbon dioxide in 30 mass % monoethanolamine and 50 mass % methyldiethanolamine solutions‘ adalah contohnya (Ma’mun et al, 2005). Untuk beberapa dari Anda, sangat mungkin judul seperti ini terasa sangat asing.

Saya yakin masih banyak gaya penulisan judul yang dapat ditemukan dalam literatur. Selalu ingat, bahwa seringkali orang hanya membaca judul tulisan kita, dan mungkin beberapa paragraf awal saja. Judul sangat menentukan untuk menarik ‘perhatian’. Karenanya, ketika memilih judul juga pikirkan siapa sasaran tulisan tersebut. Untuk itu, sebelum Anda memilih judul, kenali dulu tradisi dalam disiplin Anda. Tetapi tetap dengan kesadaran, bahwa ada tradisi lain yang sangat mungkin berbeda. Jika Anda menemukan judul yang tidak lazim dalam tradisi akademik disiplin yang Anda geluti, jangan serta merta menyalahkannya. Dengan demikian inilah hidup semakin berwarna.

Terakhir, meski judul terletak di atas, seringkali ditentukan ketika keseluruhan artikel sudah selesai ditulis. Jadi, Anda jangan sampai memikirkan judul, sampai lupa menulis artikel. Ilmunya Iwan Fals ketika bingung menentukan judul bisa ditiru di sini. Salah satu lagunya berjudul ‘Belum Ada Judul’. 😉 Lirik awalnya sebagai berikut:

Pernah kita sama-sama susah
Terperangkap di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah … lelap

Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat masih ingatkah … kau

Referensi

Ball, R. (2009). Scholarly communication in transition: The use of question marks in the titles of scientific articles in medicine, life sciences and physics 1966–2005. Scientometrics, 79(3), 667-679.

Day, R. (1975). How to write a scientific paper. IEEE Transaction on Professional Communication, 41(7), 486-494.

Heeks, R. (2002). e-Government in Africa: Promise and practice. Information Polity, 7(2/3), 97-114.

Kristiansen, S., Wahid, F., dan Furuholt, B. (2008). Gaming or gaining? Internet café use in Indonesia and Tanzania. The International Information & Library Review, 40, 129–139.

Ma’mun, S., Nilsen, R., dan Svendsen, H. F. (2005). Solubility of carbon dioxide in 30 mass % monoethanolamine and 50 mass % methyldiethanolamine solutions. Journal of Chemical & Engineering Data, 50(2), 630–634.

Morris, D. F., dan Moon, M. J. (2005). Advancing e-Government at the grassroots: Tortoise or hare? Public Administration Review, 65(1), 64–75.

Orlikowski, W. J. (1993). CASE tools as organizational change: Investigating incremental and radical changes in systems development. MIS Quarterly, 17(3), 309–340.

Sein, M. K., Henfridsson, O., Purao, S., Rossi, M., dan Lindgren, R. (2011). Action design research. MIS Quarterly, 35(1), 37-56.

Walsham, G. (2002). Cross-cultural software production and use: A structurational analysis. MIS Quarterly, 26(4), 359-380.

Walsham, G., dan Sahay, S. (1999). GIS for district-level administration in India: Problems and opportunities. MIS Quarterly, 23(1), 39–66.

Walsham, G., dan Sahay, S. (2006). Research on information systems in developing countries: Current landscape and future prospects. Information Technology for Development, 12(1), 7-24.

Walsham, G. (2006). Doing interpretive research. European Journal of Information Systems, 15(3), 320-330.

Wahid, F. (2007). Using the Technology Adoption Model to analyze Internet adoption and use among men and women in Indonesia. The Electronic Journal on Information Systems in Developing Countries, 32, 1-8.

Venkatesh, V., dan Morris, M. G. (2000). Why don’t men ever stop to ask for directions? Gender, social influence, and their role in technology acceptance and usage behavior. MIS Quarterly, 24(1), 115-139.

36 comments
  1. Ana Yulianti said:

    judul oh judul, makasih pak menambah wawasan saya, membaca artikel bapak saya jadi ketawa soalnya kemarin saking pusingnya nyari judul yang tepat untuk tulisan saya, saya malah gak nulis-nulis, saya pikir saya harus buat judulnya dulu baru nulis :). Tapi pak, kok kayaknya lebih enak nyari judul dulu ya baru nulis 🙂

    • Fathul Wahid said:

      Buat judul sementara saja Mbak, terus mulai menulis. 🙂

  2. M. Bhanu S said:

    Kalau bicara “JUDUL”, misal ada contoh kasus kita sudah membuat artikel dengan judul “TIPS DAN TRIK MERAWAT KOMPUTER”, kebetulan pada saat yang sama ada juga artikel karya orang lain yang berjudul sama, tetapi isi dari content artikel berbeda.
    Pertanyaannya : Apakah bisa di kategorikan PLAGARISME?
    atau PLAGARISME JUDUL?, maaf nih Pak belum paham benar Plagarisme.

    • Fathul Wahid said:

      Kalau menurut saya, nampaknya tidak mas. Diskusi plagiarisme selama ini banyak terkait dengan konten. Tentu saja, pemilihan judul buku (sangat pendek) dengan judul publikasi mempunyai tradisi dan pedoman yang berbeda Mas.

      Cuma, nampaknya hanya orang yang ‘aneh’ yang lebih senang mempunyai ‘nama’ sama dengan nama tetangga sekampung. 🙂 Hehehe.

  3. nurul bahiyah said:

    maaf pak agak nyeleweng dikit dari “judul artikel”,,,
    tapi agak nyambung kok pak 🙂 , saya mau nanya terkait judul thesis/paper…
    apakah isi judul harus dijabarkan dalam teori…? misalnya judul paper/thesis ” analisa pemanfaatan web instansi pemerintah untuk pelayanan masyarakat”, apakah dalam tulisan harus menjabarkan tentang definisi atau hal-hal yaang berkaitan dengan web, instansi pemerintah sendiri, pelayanan masyarakat bentuknya seperti apa, dll…
    makasih,,,

    • Fathul Wahid said:

      Kalau dalam judul mengandung konsep, nampaknya harus dijelaskan Mbak. Sebagai contoh, jika artikel/tesis berjudul “institutionalisasi e-procurement di pemerintah lokal Indonesia”, nampaknya konsep institusionalisasi dan e-procurement perlu dijelaskan. Juga seperti contoh yang Mbak Nurul berikan di atas: layanan masyarakat yang mana? dst.

  4. nurul bahi said:

    okey makasih pak…

  5. Kritisi terhadap salah satu artikel
    Judul Artikel Memilih judul artikel

    1. Bagaimana contoh judul yang baik secara terinci untuk berbagai bidang keahlian ??,
    misal :
     Bidang kedokteran
     Bidang Pertanian
     Bidang sains dan teknologi
     Bidang Teknologi Informasi
     Dan lain-lain
    Tidak diberikan contoh secara terperinci untuk berbagai bidang keilmuan dan keahlian
    2. Bagaimana jika judul artikel berdasarkan pada kalimat (dengan pola kalimat : S-P-O-K) ?
    Belum dijelaskan judul artikel selain memuat isi artikel, juga bisa tidak berpedoman pada pola kalimat yaitu S-P-O-K
    3. Bagaimana aturan memilih judul artikel artikel berupa pemrograman ??
    untuk Keenam petunjuk membuat judul artikel tersebut belum lengkap, karena belum memuat petunjuk bila konten berupa pemrograman

    • Fathul Wahid said:

      Mas Agung, kalau panduan umum saya,
      1. Perhatikan publikasi bidang terkait dalam jurnal yang beruputasi baik, karena tradisi setiap bidang sangat mungkin berbeda
      2. Kalau judul tentu saja bisa dalam bentuk kalimat lengkap, misalkan: memahami institutionaliasi e-procurement di pemerintah lokal menggunakan teori institutional
      3. Untuk artikel yang terkait dengan pemrograman, sependek pengamatan saya biasanya dikaitkan dengan (a) masalah yang dipecahkan, atau (b) metode – biasanya baru – yang digunakan untuk memecahkan masalah

      Mudah-mudahan jawaban saya ‘nyambung’ Mas.

  6. Aslkm…
    Trimakasih Pak info diatas…he..he…
    Pak, saya masih “newbie” dalam hal penelitian neh. Pertanyaan saya ini mungkin agak nyambung.
    Hingga saat ini da beberapa pertanyaan yg sampai saat ini belum terjawab dalam benak saya…
    Setahu saya hingga saat ini kan udah banyak judul penelitian (skripsi) yang dihasilkan oleh berbagai universitas, yang jumlah judul penelitiannya mungkin sudah ratusan bahkan ribuan judul. misalkan untuk jurusan Pendidikan Agama Islam.

    Yang ingin saya tanyakan adalah kok masih diperbolehkan menggunakan judul yang sama dengan metode yang sama tp lokasi penelitiannya saja yg kadang-kadang berbeda? Padahal judul, metode dan tempat tersebut sudah berulang kali diteliti.

    • Wa’alaikumussalam Mas Abdullah. Terima kasih sudah mampir. Sebelum saya jawab mungkin perlu dibedakan tingkat penelitian level S1, S2, dan S3. Hanya saja memang tidak mudah membuat garis yang tegas dan jelas. Ada irisan di antaranya.

      S1 biasanya membolehkan (tidak selalu lho) penelitian replikasi. Kalau penelitian replikasi, cukup untuk lulus S1, tetapi nampaknya tidak usah berharap bisa dipublikasi di level internasional yang baik. Level S2 lebih tinggi lagi, ada pengembangan (tidak sekedar replikasi). Level S3 lebih tinggi lagi. Kontribusi keilmuan yang jelas sering dinomorsatukan.

      Apakah judul boleh berulang? Kalau saya yang membimbing, tidak boleh. Tetapi kalau institusinya mengizinkan, mau bagaimana lagi? 🙂

      • Ohhh….
        trimakasih banyak, pak fathul-
        Saya doain, blog ini semakin maju…..

  7. Boleh usul pak Fathul mungkin biar blognya semakin banyak dikunjungi dan membantu buat para calon peneliti yang akan membuat karya ilmiahnya mungkin perlu dibuat beberapa topik judul2 penelitian menarik yang mungkin dapat menjadi ide penelitian, trims

    • Fathul Wahid said:

      Usul yang menarik Mas Arifin, tetapi memerlukan energi yang lumayan, dan saya tidak yakin sanggup mengawalnya. 🙂 Kalau njenengan tertarik beberapa ide penelitian (global) di bidang e-government di negara berkembang, silakan tulis e-mail di sini Mas. Artikel saya akan saya kirim ke njenengan, insya Allah.

  8. Muchamad Kukuh Tri Haryanto said:

    Assalam….
    Mohon pencerahannya…
    Bagaimana memilih judul ,agar nanti Judul yang saya pilih dapat mewakili apa yang saya tulis….??
    Karena sering sekali judul yang saya pilih melenceng atau tidak sesuai dengan apa yang saya tulis 🙂

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam, Mas Muchammad, kalau njenengan sudah tahu bahwa judul yang dipilih melenceng, itu sudah salah satu modal. Pertanyaannya, kapan njenengan merasa judulnya tidak melenceng. Judul bisa disesuaikan kapan saja, bahwa setelah menulis kesimpulan. 🙂

      • Muchamad Kukuh Tri Haryanto said:

        Terimakasih Pak,atas sarannya…

  9. Eko Harianto said:

    Pak Fathul, mohon maaf jika sedikit melenceng tp saya kira msh terkait. Setelah saya membaca (tulisan dan komentar) yg ada,kebetulan saya hampir tiap hari berkutat dengan implementasi E-GOV di beberapa tempat. Dan ternyata permasalahan dan hasilnya sangat komplek. Apakah bisa jika permasalahan tersebut sebagai bahan penelitian? Bagaimana cara menarik benang merahnya, apakah ada triknya?
    Sekaligus,klo boleh usul. Sepertinya pengalaman Bapak dalam usaha menembus jurnal internasional klo bisa di-sharing.. Sehingga dapat dijadikan panduan, karena saya sendiri msh bingung harus memulai dr sisi mana.
    Terima kasih,

    • Fathul Wahid said:

      Mas Eko, terima kasih sudah mampir. Permasalahan yang njenengan alami dalam implementasi eGov sangat mungkin diangkat dalam penelitian. Hanya saja, harus dibuat spesifik: masalahnya apa? mengapa perlu diteliti?

      Blog ini memang didedikasikan untuk berbagi pengalaman menulis publikasi internasional. Njenengan bisa ikuti dari entri pertama, dan dibaca satu per satu. 🙂 Mudah-mudahan ada manfaatnya Mas.

      Sukses untuk penelitiannya.

  10. Assalamualaikum pak, saya yang biasa berkutat dengan masalah teknis dan mencoba masuk kewilayah dunia tulis menulis. mengenai judul / tema artikel , apakah boleh kita mengangkat tema artikel itu berasal dari proyek-proyek di tempat kerja/ perusahaan , yang penah kita lakukan sebelumnya pak ?

    • Sedang untuk penelitian atau tesis bagaimana pak , contoh kasus pernah merancang ERP, nah apakah boleh kita mengajukan tesis dengan kasus tersebut

      • Fathul Wahid said:

        Wa’alaikumussalam Mas Dien, Coba njenengan baca entri https://publikasiinternasional.wordpress.com/2013/03/17/penelitian-desain/ Di sana secara sekilas dibahas design research dan routine design. Yang pertama masuk kategori penelitian karena ada tilikan baru (termasuk prinsip-prinsip desain), yang kedua bagian dari pemecahan masalah tanpa tilikan baru. Monggo yang njenengan contohkan di atas, masuk yang mana.

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Dien,

      Boleh saja Mas, asal ada pelajaran yang dapat diambil. Bayangan saya, njenengan dapat menggunakan design researh, dengan syarat tertentu.Tetapi kalau proyeknya, tidak melibatkan penyelesaian masalah yang rumit dan cenderung rutin, nampaknya sulit kalau dianggap penelitian. Coba njenengan baca ini: https://publikasiinternasional.wordpress.com/2013/03/17/penelitian-desain/

  11. Rizal Krisdiyanto said:

    Assalamualaikum pak, dari postingan bapak ini, saya dapat belajar bagaimana caranya memilih judul selain yang hanya sebatas judul saja tetapi memiliki nilai jual. walaupun saya belum pernah membuat artikel yang dipublikasikan.. tetapi dengan artikel-artikel yang bapak buat menjadi bahan referensi saya dalam belajar.. terima kasih pak
    Wassalamualaikum.

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Rizal, Terima kasih sudah mampir. 🙂

  12. Faiz Albanna said:

    Assalamu’alaikum, wah,,, ini blog yang sangat bermanfaat sekali.:D saya mau tanya nih pak, bagaimana dengan judul yang mempergunakan dua bahasa? misalkan korup diganti dengan corrupt, apakah boleh dipergunakan dalam judul penelitian? serta kata-kata apa saja yang perlu dihindari dalam memilih judul penelitian, terimakasih pak. 😀

    • Faiz Albanna said:

      Kalau boleh saya mengusulkan entri baru yang membahas khusus tentang plagiarisme,untuk menampung pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penjiplakan,pengambilan karangan, dkk.. 🙂

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Faiz, Kalau yang njenengan maksud dalam tulisan dengan bahasa Indonesia dengan judul tercampur bahasa Inggris, jawaban saya singka. Jika ada ada padanan kata dalam bahasa Indonesia, gunakan itu. Jika tidak ada, Anda bisa kenalkan istilah baru. Baca Pedoman Umum Pembentukan Istilah (PUPI) untuk itu. Kalau hasilnya kok wagu dan dikhawatirkan malah mengaburkan arti, gunakan dalam bahasa asalnya.

      Mudah-mudahan membantu.

  13. Assalamualaikum Pak Fathul. Sebelumnya saya berterima kasih atas postingan bapak ini. Postingan ini sangat membantu saya untuk menentukan judul thesis yang akan saya buat.

    Tapi maaf ini pendapat pribadi saya. Dari segi bahasa, menurut saya struktur bahasa indonesia yang cenderung “ribet” membuat judul penelitian berbahasa indonesia terasa lebih panjang daripada judul penelitian berbahasa inggris. Ketika membaca judul2 penelitian sekilas, saya cenderung lebih mengerti maksud judul-judul dari bahasa inggris daripada bahasa indonesia. Menurut bapak, bagaimana tentang pendapat saya ini? Terima Kasih sebelumnya… 😀

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Setyoso, Setuju 1000%. 🙂 Kemampuan abtraksi bahasa Indonesia nampaknya memang lebih rendah dibanding, misalnya, bahasa Inggris. Ini tantang bagi kita untuk menjadi lebih kreatif dalam berbahasa. Terus terang, sering gaya bahasa Indonesia saya dipengaruhi oleh gaya bahasa Inggris. 🙂

  14. Ike Yunia Pasa said:

    Assalamu’alaikum ww pak fathul, terimakasih artikel ini sangat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi saya. Mohon bantuannya,Tolong di postingkan artikel lain yang lebih spesifik misal Trik membuat judul yang menarik reviewer. Terimakasih sebelumnya

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mbak Ike, Terima kasih atas masukannya. Mudah-mudahan ada waktu untuk itu.

  15. Sri Harjanto said:

    Assalamu’alaikum wr wb Pak Fathul, yang bapak tulis bagus dan sangat membantu dalam menyusun tulisan bagi pendatang baru didunia penelitian seperti saya he he. yang ingin saya tanyakan apakah ada standarisasi tertentu dalam menentukan atau menulis judul?

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mas Sri Harjanto,

      Tidak ada, meskipun judul tidak boleh A kalau isinya B. Semua yang dibuat standardnya akan menjadi tidak menarik. 🙂

Tinggalkan komentar