Menulis landasan teori

Seperti biasa, saya ingin mengawali entri ini dengan tiga cerita. Pertama, pada akhir 2008, istri saya dan pembimbing S3-nya mengikuti konferensi di Bali. Mereka mempunyai artikel bersama yang dipresentasikan. Di sela-sela konferensi, si pembimbing mengatakan ke istri saya, “Saya belum melihat ada yang menggunakan teori dalam studinya”. Padahal dalam presentasi banyak dipaparkan penelitian sebelumnya.

Cerita kedua tentang presentasi saya di Electronic Govenment conference awal September 2012. Hasil literature review saya menunjukkan bahwa hanya sekitar 14% (dari 108) artikel tentang eGovernment di negara berkembang yang menggunakan teori. Review saya lakukan pada publikasi mulai 2005 sampai 2011. Temuan sebelumnya pada tahun 2006 (Heeks and Bailur, 2007) bahkan lebih ‘menyedihkan’. Hanya satu dari 84 artikel yang menggunakan teori. Angka 14% yang saya sampaikan pun masih dikomentari oleh salah satu peserta: ‘cukup bagus itu’. Dia mensinyalir di ranah penelitian lain, bahkan persentasenya lebih rendah.

Cerita ketiga terjadi pada awal 2012. Sebelum mengirim disertasinya ke opponent, seorang kolega, atas saran pembimbingnya, mengirimkan draft disertasi ke kolega senior yang mengerti lebih baik tentang teori yang digunakan. Teori tersebut adalah Actor Network Theory (ANT) yang dipelopori oleh Latour. Salah satu komentar yang didapat adalah: bagian teori tidak menginspirasi. 😦

Pertanyaannya adalah apa itu teori dan mengapa harus menggunakan teori? Jawaban pertanyaan ini saya sudah tuliskan pada entri sebelumnya, tentang ‘peran teori dalam penelitian’. Entri ini mendiskusikan bagaimana menulis landasan teori yang ‘menginspirasi’ dalam artikel.

Di beberapa jurnal, saya temukan, penulisan teori digabung di bagian pendahuluan. Saya melihat peran teori dalam disiplin tersebut memang berbeda jika dibandingkan dengan misalnya, sistem informasi atau administrasi publik.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah kita harus membedakan antara kajian penelitian sebelumnya (prior works, literature review) dan landasan teori (theoretical basis, theoretical framework). Keduanya beririsan tetapi berbeda. Keduanya sama-sama dijadikan acuan dalam melakukan penelitian. Untuk literature review, sila lihat entri tentang ‘melakukan literature review’.

Perlu dicatat ada beragam definisi teori. Sebagian akademisi hanya menganggap teori yang sudah mapan (seperti ANT, structuration theory, institutional theory, diffusion of innovation theory), sedangkan beberapa lain yang mendefinisikannya dengan lebih longgar, termasuk memasukkan model ke dalam teori (lihat misalnya Whetten, 1989). Heeks dan Bailur (2007) membedakan ‘teori’ dalam penelitian menjadi: teori, framework, model, skema, konsep, dan kategori. Saya tidak ingin menjelaskan setiapnnya di sini.

Berdasar pengamatan dan pengalaman saya yang sedikit, minimal ada dua hal yang perlu diperhatikan dan dua kesalahan terkait yang perlu dihindari.

Pertama, teori bisa beragam, menurut tingkat generalisasi (meta vs grand), menurut keluasan cakupan (substantive vs formal vs mid-range) dan menurut ‘fungsi’ (menjelaskan, memprediksi, dan seterusnya). Dalam penelitian teori pun kadang digunakan secara ‘lengkap’ dan kadang hanya sebagian. Tidak jarang, lebih dari teori digabungkan untuk meningkatkan ‘daya jelas’ (Okhuysen & Bonardi, 2011). Apapun pilihannya, tuliskan bagian yang akan digunakan dalam membingkai penelitian, baik dalam pengumpulan maupun analisis data. Jika teori terdiri dari a sampai z, dan kita hanya menggunakan bagian a, b, g, misalnya, tuliskan hanya bagian a, b, dan g. Dengan demikian, bagian landasan teori tidak ‘nyowo woro’ dan terkesan ‘asal comot’. Praktik ini sering saya temukan. Pilih yang relevan dan deskripsikan dengan detil. Di sini beragam versi dan interpretasi atas teori bisa dikutip untuk memperkaya deskripsi.

Kedua, sebagaimana halnya melakukan literature review, atur penulisan bagian landasan teori tidak berdasar penulis tetapi konsep. Jangan sampai, setiap paragraf, sebagai contoh ekstrim, diawali dengan “Menurut A …”, “Menurut B …’, dan seterusnya (Webster & Watson, 2002). Gaya penulisan seperti ini sering saya temukan. Lakukan sintesis jika memungkinkan. Jika ada beragam 10 pendapat, misalnya, kita bisa kelompokkan menjadi dua atau lebih. Jika lebih dari satu teori digunakan, pastikan dua-duanya (atau lebih) mempunyai ‘kedekatan’ dan asumsi yang mendasarinya ‘kompatibel’ (Whetten, 1989).

Bagaimana mendeteksi penulisan landasan teori yang menginspirasi? Kalau saya menggunakan ukuran yang sederhana. Kalau setelah membaca kita mendapatkan pengetahuan baru atau perluasan pengetahuan akan teori yang digunakan, berarti bagian ini menginspirasi. Kalau setelah membaca, kok terasa hambar tidak mendapatkan pencerahan, berarti tidak. Ada gradasi di antaranya. Semakin keras ‘wow’ yang kita ‘teriakkan’, semakin menginspirasi bagian ini. 🙂

Setelah Anda membaca entri ini, mudah-mudahan saya juga mendengar ‘wow’, meskipun mungkin pelan. Kalau tidak, berarti saya dalam masalah. :))

Referensi
Gregor, S. (2006). The nature of theory in information systems. MIS Quarterly, 30(3), 611-642.

Heeks, R., & Bailur, S. (2007). Analyzing e-government research: Perspectives, philosophies, theories, methods, and practice. Government Information Quarterly, 24(2), 243-265.

Okhuysen, G., & Bonardi, J. P. (2011). The challenges of building theory by combining lenses. Academy of Management Review, 36(1), 6-11.

Webster, J., & Watson, R. T. (2002). Analyzing the Past to Prepare for the Future: Writing a Literature Review. MIS Quarterly, 26(2), xiii-xxiii.

Whetten, D. A. (1989). What constitutes a theoretical contribution?. Academy of Management Review, 14(4), 490-495.

Kristiansand, 6 November 2012

16 comments
  1. jadi gemes pak, jadi pengen nulis yang bisa bikin efek “wow”. 🙂

    • Fathul Wahid said:

      Ayo mas, bikin ‘wow effect’. Ini bisa jadi judul buku nih, “The wow effect”, tanpa koprol. 🙂

  2. mahoum said:

    seperti apakah landasan internasional itu?Mohon masukan saudara

    • Mas/Pak Mahoum, apakah yang dimaksud landasan teori untuk publikasi internasional? Terus terang saya menikmati landasan teori pada artikel-artikel yang diterbitkan, antara lain, di MIQ Quarterly, Academy of Management Review, atau Public Administration Review. Ini bisa jadikan semacam acuam atau “template”. Di banyak jurnal teknik atau sains, teori nampaknya ditempatkan pada posisi yang berbeda.

  3. Menurut Kerlinger (1973:9), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar variabel.

    mohon di jelaskan mengenai bagaimana kita memisahkan antara pendahuluan dan Teori,dan bagaimana menuangkan ide-ide dalam sebuah teori,maaf pak saya baru belajar publikasi.

  4. Muh. Aliyazid Mude said:

    Assalamu ‘alaikum warmatullahi wabarakatuh,

    Salam sukses pak, semoga Allah Swt memberikan kondisi yang terbaik hari ini dibandingkan hari kemarin.
    sepengetahuan saya pak, setiap lembaga penyelenggara penulisan ilmiah mengeluarkan pedoman format penulisan untuk diikuti sehingga hal tersebut yang harus terlebih dahulu diketahui untuk mengikuti penulisan ilmiah dan biasanya saya melihat jarang ada batas jumlah daftar pustaka . pertanyaan saya .
    1. apakah setiap penulisan publikasi internasional ada format yang baru dikeluarkan atau tidak, kalau ada bisa tidak saya copy formatnya.
    2. apakah ada batas jumlah teori (daftar pustaka) yang harus di muat pada penulisan pak

    terimakasih sebelumnya atas jawabannya pak.

  5. Rodhiyah Mardhiyyah said:

    Assalamu ‘alaikum warmatullahi wabarakatuh pak Fathul.
    Saya ingin bertanya berkenaan dengan penulisan literaur review dan landasan teori.

    Yang ingin saya tanyakan, bagaimana teknik ‘menulis ulang’ pengetahuan yang sudah ada tetapi juga menghindari plagiarisme selain dengan gaya mencantumkan sumber seperti “Menurut A …”, “Menurut B …’, dan seterusnya (Webster & Watson, 2002) karena luasnya batasan mengenai plagiarisme.
    Saya pernah mendengar bahwa jika kita membaca suatu tulisan berkali-kali kemudian kita hafalkan kemudian kita tulis ulang apa yang telah kita baca dengan bahasa kita sendiri itu juga termasuk plagiarisme. Lalu bagaimana pak?

    Di sisi lain pada dasarnya hasil dari teori yang dijadikan landasan dicetuskan oleh seseorang yang ahli atau pakar dan berkompeten di bidangnya sedangkan saya sebagai seorang yang minim akan pengetahuan rasanya ‘mboten wangun’ mengeluarkan teori, apalagi ketika saya membaca teori jarang bisa untuk mendapatkan ‘wow’ tetapi lebih sering berucap “oooo…. begituu”. Mohon pencerahannya pak fathul.

    Terimakasih pak.
    Terus berkarya dan semoga terus menginspirasi :))

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mbak Rodhiyah,

      Ini contoh literature review: http://origin-www.computer.org/csdl/proceedings/hicss/2013/4892/00/4892b743.pdf

      Satu lagi, teori itu bukan hasil ngarang Mbak, tetapi berdasar penelitian empiris. Ya kalau kita punya data empiris yang mendukung argumen kita untuk mengembangkan teori yang sudah ada atau bahkan membuat teori baru, tidak masalah. Tetapi mengembangkan teori sendiri bukan masalah mudah.

      Mudah-mudahan memberikan sedikit perspektif Mbak.

  6. terim kasih artikelnya pak
    mohon penjelasan lebih pak untuk landasan teori yang wow. Mungkin ada contoh pak yang bisa menginspirasi lebih. Landasan teorikan tidak hanya satu, banyak teori yang kita gunakan. Dan biasanya kita sudah cukup memahami teori-teori yang kita gunakan. Kalau hal itu baru tentu saja akan menambah pengetahuan. Ada bebrapa artikel yang pernah saya baca, landasan teorinya ngk berasa wow pak. Kena Efek WOW nh

    • Fathul Wahid said:

      MAs Fradika, Wah permintaannya sulit dipenuhi. Saya nampaknya ada beberapa artikel jurnal yang pernah saya baca, cuma saya harus mencarinya. Tidak semua yang tidak wow jelek Mas. 🙂

  7. Tambahkan info untuk tip triks menghindari plagiasi terutama di landasan teori. Sebaiknya isi landasan teori itu seperti apa untuk menghindari plagiasi. apalagi kita ketahui landasan teori kdang terdiri dari berbagai disiplin ilmu

  8. Nanny said:

    Assalamu Alaikum wr. wb.
    Dari semua topik di tulisan terkini, perlu mungkin dimasukkan topik entri tentang “Sah pengambilan teori dicantumkan dalam Daftar Pustaka”. Apakah sah mengambil teori dalam buku atau jurnal yang bukan pengarangnya Pak, tapi ada dalam buku atau jurnal tersebut, kemudian dilampirkan di daftar pustaka Pak?
    Terima kasih.

    • Fathul Wahid said:

      Wa’alaikumussalam Mbak Nanny,

      Kalau kita tidak bisa akses ke sumber primernya, sah saja Mbak, asal ditulis seperti ini:

      “Masalah ini dianggap penting oleh Perkasa (1945) – dikutip oleh Bijaksana (2006) – karena … … …” Dua-duanya nanti dimasukkan ke dalam daftar pustaka. Cara seperti menunjukkan bahwa yang kita baca adalah Bijaksana dan bukan Perkasa. Tapi kalau semua acuan seperti itu, lucu juga ya. 🙂

      Semoga membantu.

  9. Vio said:

    Artikel yang menarik
    Saya mahasiswa akhir yang sedang mengerjakan skripsi. Saya punya pertanyaan pak mohon dibantu dengan jawabannya.
    Pertanyaan nya adalah apakah ‘Previous Research’ harus menggunakan teori yang sama dengan yang kita gunakan? contoh saya menggunakan teori Kotler, apakah previous research saya juga harus menggunakan teori kotler? atau previous research yang dibutuhkan adalah yang relevan dengan studi kita?
    Terima kasih.

Tinggalkan komentar